Menembus Dimensi Ruang dan Waktu

Filsafat berasal dari bahasa Yunani, philosophia atau philosophos. Kata tersebut terstruktur dari kata philos (cinta) dan sophhia (bijaksana). Berbicara mengenai filsafat itu tidak akan pernah ada habisnya. Di dalam filsafat tidak ada pangkal dan tidak ada ujung. Di dalam filsafat tidak ada yang tidak mungkin, di dalam filsafat selalu berbicara mengenai yang ada dan yang mungkin ada. Mengapa bisa demikian? Untuk menjawab pertanyaan ini, kita dapat menjawab terlebih dahulu “Apa itu filsafat?”, “Mengapa harus ada filsafat?”. Seperti yang telah kita ketahui, bahwa filsafat merupakan ilmu olah pikir, studi tentang fenomena-fenomena yang terjadi dalam kehidupan kita.
Filsafat tidak bisa kita dapatkan dari eksperimen atau percobaan, karena filsafat itu sifatnya murni, tidak dibuat-buat, tidak ada yang mampu membuat filsafat. Filsafat akan datang dengan sendirinya. Untuk menjawab “Mengapa harus ada filsafat?”, kita dapat menanayakan kembali “Mengapa harus ada pikiran?”. Mengapa demikian? Karena filsafat merupakan olah pikir manusia, maka filsafat itu pasti ada dalam diri kita. Tidak lain dan tidak bukan filsafat itu adalah “Diriku, Dirimu, Diri Kita”, itu filsafat. Sehingga filsafat tidak dapat dihilangkan atau dihapuskan dalam diri kita.
Filsafat akan selalu menembus ruang dan waktu, sehingga filsafat itu akan bersifat relatif, tidak ada tolok ukur mengenai semua hal yang terjadi dalam kehidupan kita. Tidak ada yang dapat membenarkan dan menyalahkan semua hal yang ada dan yang mungkin ada. Semua bergantung bagaimana kita memikirkannya, dari sisi atau segi apa kita melihat dan memikirkannya. Mengingat bahwa filsafat berbicara mengenai yang ada dan yang mungkin ada maka, tidak ada yang dapat membatasi pikiran kita, sehingga tidak ada yang bisa membatasi filsafat.
Sesuatu makhluk bisa menembus ruang dan waktu itu sangat hebat dan luar biasa. Kalau kita berpikir filsafat maka cara berpikirnya profesional, dengan ciri-ciri berpikirnya  lebih spesifik, dapat diberi contoh, sangat mudah dengan struktur bahasa. Melihat menembus ruang dan waktu belum ada subyek,  maka perlu ditambah siapa? Maksudnya, siapa yang menembus ruang dan waktu? Sesungguhnya tidak lain dan tidak bukan diriku, dirimu lah yang dapat menembus ruang dan waktu, atau dirimu bagian yang mana yang menembus ruang dan waktu. Manusia itu mempunyai dimensi yang lengkap, yaitu dimensi material, spiritual, formal, dan normative.
Karakter menembus ruang dan waktu dalam material, sebagai contohnya, apabila kita terjun dari pesawat menggunakan parasut, saat itu lah kita menembus ruang dan waktu secara material dengan menggunakan parasut. Menembus ruang dan waktu secara formal adalah dokumen (SK kenaikan jabatan). Sedangkan pikiran ku, filsafatku menembus ruang secepat kilat, pikiran kita bisa di Jakarta, kemudian ke Melbouren,  dst begitu cepat, merupakan contoh menembus ruanag dan waktu secara normaltif. Dalam spiritual menembus ruang dn waktu adalah doa, kita tahu bahwa doa lebih cepat dari pikiran.
Sebuah batu menembus walaupun duduk disitu selamanya, sadar maupun tidak sadar batu juga menembus ruang dan waktu. Batu akan mengalami pengkikisaan karena hujan dan panas. Untuk lebih memahami makna dari menembus ruang dan waktu, terlebih dahulu kita harus mengerti,  apa yg di sebut ruang, apa yang disebut dengan waktu dan apa yang di sebut dengan menembus?
Ruang itu dibatasi, dimensi yang mudah yaitu dimensi nol, dimensi satu, dimensi dua, dimensi tiga, dan yan lebih suli yaitu dimensi empat, yang ruang awam mungkin tidak dapat memikirkannya. Orang matematika dapat menyebutkan ruang sampel, ruang acak, bangun ruang, dan sebagainya. Ruang dalam filsafat dapat meliputi normatif, formal, material, spiritual, suami istri, anak, dosen, mahasiswa, yang ada dan yang mungkin ada. Kemudian apa yang disebut dengan menembus, misalnya  dikenalnya diri kita di kampung mempunyai kemampuan yg berbeda itu sebagai menembus ruang dan waktu secara formal. Apa yang disebut dengan waktu? Imannuel Kant membagi waktu menjadi tiga, yaitu waktu yang berurutan, berkelanjutan, dan berkesatuan. Untuk memahami waktu kita membutuhkan ruang. Mengapa demikian? Dalam menunjukan waktu, biasanya kita menggunakan jam, jam itulah sebagai ruang.
Metodologi menembus ruang dan waktu, yaitu (1) pemahaman kita tentang fenomenologi (Tokohnya yaitu Husserl) menembus ruang dan waktu (2) pemahaman tentang fondasionalism dan anti fondasionalism. Apa itu yang dimaksud dengan fenomenologi? Fenomenologi terdiri dari idealisasi dan abstraksi. Idealisasi adalah menganggap sempurna yang ada. Perllu digaris bawahi, hanya mengaanggap saja, karena di dunia ini tidak ada yang sempurna. Abstraksi, sebenar-benar manusia itu abstraksi karena manusia hanya dapat dipilih dan memilih, hanya melihat satu atau beberapa dari banyak titik dan tidak akan bisa meihat keseluruhan dalam waktu yang bersamaan. Manusia hanya bisa melihat apa yang ada di depan kita, dan tidak akan pernah bisa melihat apa yang ada dibelakang mata kita. Dapat dikatakan bahwa hakikat abstraksi adalah reduksi.
Abstraksi atau reduksi pikiran berarti tidak perlu memikirkan apa yang tidak perlu dipikirkan. Husser sebagai salah satu tokoh fenomenologi merumuskan sebuah tempat bernama “rumah epoke” sebagai tempat untuk menyimpan hal-hal yang tidak perlu kita pikirkan atau orang awam mengatakan “jangan diperhatikan”. Contoh jika materialnya itu ilmu, maka formalnya adalah ilmu pengetahuan, normanya adalah logos atau filsafat, dan spiritualnya adalah ciptaan. Kita bisa merumuskan sedemikian sehingga karena telah melalui proses abstraksi dan idealita.
Kita dapat menerapkan rumah epoke dalam hal berdoa. Saat kita berdoa kita tidak perlu memikirkan banyak hal karena kuasa Tuhan telah melampaui batas pikiran kita. Tuhan tahu dan mengerti apa yang kita butuhkan dan kita inginkan.
Tokoh dari filsafat fondasionalism dan antitesisnya antifondasionalism adalah Brouer. Contoh kaum fondasionalism adalah semua umat beragama karena mereka mayakini bahwa Tuhan sebagai “Causa Prima”. Inilah fondamennya orang beragama. Selain itu, orang yang sudah menikag juga sebagai kaum fondasionalism dengan fondamennya ijab qabul. Lalu bagaimana dengan matematika? Semua matematikawan merupakan kaum fondasionalism karena mereka berangkat dari menetapkan definisi, aksioma, teorema, dan lain sebagainya.
Jika kita tahu kapan kita memulai maka pastilah itu fondasionalism. Sebaliknya jika kita tidak tahu kapan dimulainya maka itulah intuisi. Sebagai contoh, kapan kita mulai tahu jauh dan dekat, kapan kita mulai besar dan kecil, kapan kita mulai tahu sebentar dan lama, kapan kita tahu cinta, dan lain sebagainya. Itu semua merupakan intuisi. Jauh dan dekat, besar dan kecil merupakan intuisi ruang, sebentar dan lama merupakan intuisi waktu. Apa hubungan intuisi dengan pendidikan matematika? Mengapa banyak siswa yang tidak menyukai matematika? Siswa menjadi tidak suka dengan matematika karena siswa telah terampas intuisinya untuk belajar. Oleh karena itu, sebagai seorang guru, siswa tidak langsung diberikan tentang definisi, akan tetapi biarlah siswa mengembangkan intuisinya untuk mencoba menemukannya sendiri. Maka pada hakikatnya hidup ini merupakan kontradiksi karena kita sendiri adalah fondasionalism sekaligus antifondasionalis.

Daftar Kepustakaan

Idris, S., & Tabrani, Z. A. (2017). Realitas Konsep Pendidikan Humanisme dalam Konteks Pendidikan Islam. Jurnal Edukasi: Jurnal Bimbingan Konseling3(1), 96-113.
Musradinur & Tabrani. ZA. (2015). Paradigma Pendidikan Islam Pluralis Sebagai Solusi Integrasi Bangsa (Suatu Analisis Wacana Pendidikan Pluralisme Indonesia). Proceedings 1st Annual International Seminar on Education 2015. Banda Aceh: FTK Ar-Raniry Press, 77-86
Tabrani. ZA & Hayati. (2013). Buku Ajar Ulumul Qur`an (1). Yogyakarta: Darussalam Publishing, kerjasama dengan Universitas Serambi Mekkah, Banda Aceh
Tabrani. ZA. (2008). Mahabbah dan Syariat. Selangor: Al-Jenderami Press
Tabrani. ZA. (2009). Ilmu Pendidikan Islam (Antara Tradisional dan Modern). Selangor: Al-Jenderami Press
Tabrani. ZA. (2011). Dynamics of Political System of Education Indonesia. International Journal of Democracy, 17(2), 99-113
Tabrani. ZA. (2011). Nalar Agama dan Negara dalam Perspektif Pendidikan Islam. (Suatu Telaah Sosio-Politik Pendidikan Indonesia). Millah Jurnal Studi Agama, 10(2), 395-410
Tabrani. ZA. (2011). Pendidikan Sepanjang Abad (Membangun Sistem Pendidikan Islam di Indonesia Yang Bermartabat). Makalah disampaikan pada Seminar Nasional 1 Abad KH. Wahid Hasyim. Yogyakarta: MSI UII, April 2011.
Tabrani. ZA. (2012). Future Life of Islamic Education in Indonesia. International Journal of Democracy, 18(2), 271-284
Tabrani. ZA. (2012). Hak Azazi Manusia dan Syariat Islam di Aceh. Makalah disampaikan pada International Conference Islam and Human Right, MSI UII April 2012, 281-300
Tabrani. ZA. (2013). Kebijakan Pemerintah dalam Pengelolaan Satuan Pendidikan Keagamaan Islam (Tantangan Terhadap Implementasi Manajemen Berbasis Sekolah), Jurnal Ilmiah Serambi Tarbawi, 1(2), 65-84
Tabrani. ZA. (2013). Modernisasi Pendidikan Islam (Suatu Telaah Epistemologi Pendidikan), Jurnal Ilmiah Serambi Tarbawi, 1(1), 65-84
Tabrani. ZA. (2013). Pengantar Metodologi Studi Islam. Banda Aceh: SCAD Independent
Tabrani. ZA. (2013). Urgensi Pendidikan Islam dalam Pemberdayaan Masyarakat. Jurnal Sintesa, 13(1), 91-106
Tabrani. ZA. (2014). Buku Ajar Filsafat Umum. Yogyakarta: Darussalam Publishing, kerjasama dengan Universitas Serambi Mekkah, Banda Aceh
Tabrani. ZA. (2014). Buku Ajar Penelitian Tindakan Kelas (PTK) (Bahan Ajar untuk Mahasiswa Program Srata Satu (S-1) dan Program Profesi Keguruan (PPG)). Banda Aceh: FTK Ar-Raniry Press
Tabrani. ZA. (2014). Dasar-Dasar Metodologi Penelitian Kualitatif. Yogyakarta: Darussalam Publishing
Tabrani. ZA. (2014). Islamic Studies dalam Pendekatan Multidisipliner (Suatu Kajian Gradual Menuju Paradigma Global). Jurnal Ilmiah Peuradeun2(2), 127-144.
Tabrani. ZA. (2014). Isu-Isu Kritis dalam Pendidikan Islam. Jurnal Ilmiah Islam Futura, 13(2), 250-270
Tabrani. ZA. (2014). Menelusuri Metode Pendidikan dalam Al-Qur`an dengan Pendekatan Tafsir Maudhu`i. Jurnal Ilmiah Serambi Tarbawi, 2(1), 19-34
Tabrani. ZA. (2015). Arah Baru Metodologi Studi Islam. Yogyakarta: Penerbit Ombak
Tabrani. ZA. (2015). Keterkaitan Antara Ilmu Pengetahuan dan Filsafat (Studi Analisis atas QS. Al-An`am Ayat 125). Jurnal Sintesa, 14(2), 1-14
Tabrani. ZA. (2015). Persuit Epistemologi of Islamic Studies (Buku 2 Arah Baru Metodologi Studi Islam). Yogyakarta: Penerbit Ombak
Tabrani. ZA. (2016). Aliran Pragmatisme dan Rasionalisasinya dalam Pengembangan Kurikulum 2013, dalam Saifullah Idris (ed.), Pengembangan Kurikulum: Analisis Filosofis dan Implikasinya dalam Kurikulum 2013, Banda Aceh: FTK Ar-Raniry Press 2016
Tabrani. ZA. (2016). Perubahan Ideologi Keislaman Turki (Analisis Geo-Kultur Islam dan Politik Pada Kerajaan Turki Usmani). Jurnal Edukasi: Jurnal Bimbingan Konseling2(2), 130-146.
Tabrani. ZA. (2016). Transpormasi Teologis Politik Demokrasi Indonesia (Telaah Singkat Tentang Masyarakat Madani dalam Wacana Pluralisme Agama di Indonesia). Al-Ijtima`i- International Journal of Government and Social Science, 2(1), 41-60
Tabrani. ZA & Masbur, M. (2016). Islamic Perspectives on the Existence of Soul and ITS Influence in Human Learning (A Philosophical Analysis of the Classical and Modern Learning Theories). Jurnal Edukasi: Jurnal Bimbingan Konseling1(2), 99-112.
Walidin, W., Idris, S & Tabrani. ZA. (2016). Metodologi Penelitian Kualitatif dan Grounded Theory. Banda Aceh: FTK Ar-Raniry Press.