ESSAY EPISTEMOLOGY PENGETAHUAN
Tabrani. ZA
Filsafat pengetahuan
(Epistemologi) merupakan salah satu cabang filsafat yang mempersoalkan mengenai
masalah hakikat pengetahuan. Epistemologi merupakan bagian dari filsafat yang
membicarakan tentang terjadinya pengetahuan, sumber pengetahuan, asal mula
pengetahuan, batas-, batas, sifat-sifat dan kesahihan pengetahuan. Objek
material epistemologi adalah pengetahuan dan Objek formal epistemologi adalah
hakikat pengetahuan (Tabrani. ZA, 2015a: 1-14).
Epistemologi bertalian dengan
definisi dan konsep-konsep ilmu, ragam ilmu yang bersifat nisbi dan niscaya,
dan relasi eksak antara 'alim (subjek) dan ma'lum(obyek). Atau dengan kata
lain, epistemologi adalah bagian filsafat yang meneliti asal-usul, asumsi
dasar, sifat-sifat, dan bagaimana memperoleh pengetahuan menjadi penentu
penting dalam menentukan sebuah model filsafat. Dengan pengertian ini
epistemologi tentu saja menentukan karakter pengetahuan, bahkan menentukan
kebenaran, mengenai hal yang dianggap patut diterima dan apa yang patut ditolak
(Tabrani. ZA, 2015: 65).
Beberapa aliran-aliran dalam
epistemologis (Tabrani. ZA: 2014), di antaranya yaitu:
1. Rasionalisme Aliran ini
berpendapat semua pengetahuan bersumber dari akal pikiran atau ratio. Tokohnya
antara lain: Rene Descrates (1596 – 1650), yang membedakan adanya tiga idea,
yaitu: innate ideas (idea bawaan), yaitu sejak manusia lahir, adventitinous
ideas, yaitu idea yang berasal dari luar manusia, dan faktitinousideas, yaitu
idea yang dihasilkan oleh pikiran itu sendiri. Tokoh lain yaitu:
Spinoza(1632-1677), Leibniz (1666-1716).
2. Empirisme Aliran ini
berpendirian bahwa semua pengetahuan manusia diperoleh melalui pengalaman
indera. Indera memperoleh pengalaman (kesan-kesan) dari alam empiris,
selanjutnya kesan-kesan tersebut terkumpul dalam diri manusia menjadi pengalaman.
Tokohnya antara lain: John Locke (1632-1704), berpendapat bahwa pengalaman
dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu: (a) pengalaman luar (sensation), yaitu
pengalaman yang diperoleh dari luar, dan (b) pengalaman dalam,
batin(reflexion). Kedua pengalaman tersebut merupakan idea yang sederhana yang
kemudian dengan proses asosiasi membentuk idea yang lebih kompleks. David Hume
(1711-1776), yang meneruskan tradisi empirisme. Humeber pendapat bahwa ide yang
sederhana adalah salinan (copy) dari sensasi-sensasi sederhana atau ide –ide
yang kompleks dibentuk dari kombinasi ide-ide sederhana atau kesan–kesan yang
kompleks. Aliran ini kemudian berkembang dan mempunyai pengaruh yang sangat
besar terhadap perkembangan ilmu pengetahuan terutama pada abad 19 dan 20.
3. Realisme merupakan suatu
aliran filsafat yang menyatakan bahwa obyek-obyek yang kita serap lewat indera
adalah nyata dalam diri obyek tersebut. Obyek-obyek tersebut tidak tergantung
pada subjek yang mengetahui atau dengan kata lain tidak tergantung pada pikiran
subjek. Pikiran dan dunia luar saling berinteraksi, tetapi interaksi tersebut
mempengaruhi sifat dasar dunia tersebut. Dunia telah ada sebelum pikiran
menyadari serta akan tetap ada setelah pikiran berhenti menyadari. Tokoh aliran
ini antara lain: Aristoteles (384-322 SM), menurut Aristoteles, realitas berada
dalam benda-benda kongkrit atau dalam proses-proses perkembangannya. Dunia yang
nyata adalah dunia yang kita cerap. Bentuk (form) atau idea atau prinsip
keteraturan dan materi tidak dapat dipisahkan. Kemudian aliran ini terus
berkembang menjadi aliran realisme baru dengan tokoh George Edward Moore,
Bertrand Russell, sebagai reaksi terhadap aliran idealisme, subjektivisme dan
absolutisme. Menurut realisme baru: eksistensi obyek tidak tergantung pada
diketahuinya obyek tersebut.
4. Kritisisme Kritisisme
menyatakan bahwa akal menerima bahan-bahan pengetahuan dari empiri (yang
meliputi indera dan pengalaman). Kemudian akal akan menempatkan, mengatur, dan
menertibkan dalam bentuk-bentuk pengamatan yakni ruang dan waktu. Pengamatan
merupakan permulaan pengetahuan sedangkan pengolahan akal merupakan
pembentukannya. Tokoh aliran ini adalah Immanuel Kant (1724-1804). Kant
mensintesakan antara rasionalisme dan empirisme.
5. Positivisme Tokoh aliran ini
di antaranya adalah August Comte, yang memiliki pandangan sejarah perkembangan
pemikiran umat manusia dapat dikelompokkan menjadi tiga tahap, yaitu: Tahap
Theologis, yaitu manusia masih percaya pengetahuan atau pengenalan yang mutlak.
Manusia pada tahap ini masih dikuasai oleh tahyul-tahyul sehingga subjek dengan
obyek tidak dibedakan. Tahap Metafisis, yaitu pemikiran manusia berusaha
memahami dan memikirkan kenyataan akan tetapi belum mampu membuktikan dengan fakta.
Tahap Positif, yang ditandai dengan pemikiran manusia untuk menemukan hukum-hukum
dan saling hubungan lewat fakta. Maka pada tahap ini pengetahuan manusia dapat
berkembang dan dibuktikan lewat fakta.
6. Skeptisisme Menyatakan bahwa
pencerapan indera adalah bersifat menipu atau menyesatkan. Namun pada zaman
modern berkembang menjadi skeptisisme medotis (sistematis) yang mensyaratkan
adanya bukti sebelum suatu pengalaman diakui benar. Tokoh skeptisisme adalah
Rene Descrates (1596-1650).
7. Pragmatisme Aliran ini tidak
mempersoalkan tentang hakikat pengetahuan namun mempertanyakan tentang
pengetahuan dengan manfaat atau guna dari pengetahuan tersebut. Dengan kata
lain kebenaran pengetahuan hendaklah dikaitkan dengan manfaat dan sebagai
sarana bagi suatu perbuatan. Tokoh aliran ini, antara lain: C.S Pierce (1839-
1914), menyatakan bahwa yang terpenting adalah manfaat apa (pengaruh apa) yang
dapat dilakukan suatu pengetahuan dalam suatu rencana. Pengetahuan kita
mengenai sesuatu hal tidak lain merupakan gambaran yang kita peroleh mengenai
akibat yang dapat kita saksikan. Tokoh lain adalah William James (1824-1910),
menyatakan bahwa ukuran kebenaran sesuatu hal adalah ditentukan oleh akibat
praktisnya.
REFERENSI
Tabrani.
ZA. (2009). Ilmu
Pendidikan Islam (Antara Tradisional dan Modern). Selangor: Al-Jenderami Press
Tabrani.
ZA. (2011). Pendidikan
Sepanjang Abad (Membangun Sistem Pendidikan Islam di Indonesia Yang
Bermartabat). Makalah disampaikan pada Seminar Nasional 1 Abad KH. Wahid
Hasyim. Yogyakarta: MSI UII, April 2011.
Tabrani.
ZA. (2011). Nalar Agama dan Negara dalam Perspektif Pendidikan Islam. (Suatu Telaah Sosio-Politik Pendidikan
Indonesia). Millah Jurnal Studi Agama, 10(2),
395-410
Tabrani.
ZA. (2013). Modernisasi Pendidikan Islam (Suatu Telaah Epistemologi Pendidikan),
Jurnal Ilmiah Serambi Tarbawi, 1(1), 65-84
Tabrani.
ZA. (2013). Pengantar Metodologi Studi Islam. Banda Aceh: SCAD
Independent
Tabrani.
ZA. (2014). Buku Ajar Filsafat Umum. Yogyakarta: Darussalam
Publishing, kerjasama dengan Universitas Serambi Mekkah, Banda Aceh
Tabrani, Z. A. (2014). Islamic Studies dalam Pendekatan Multidisipliner
(Suatu Kajian Gradual Menuju Paradigma Global). Jurnal Ilmiah Peuradeun, 2(2),
127-144.
Tabrani.
ZA. (2014). Isu-Isu Kritis dalam Pendidikan Islam. Jurnal Ilmiah Islam Futura,
13(2), 250-270
Tabrani. ZA. (2015). Keterkaitan Antara Ilmu Pengetahuan dan Filsafat (Studi
Analisis atas QS. Al-An`am Ayat 125). Jurnal Sintesa, 14(2), 1-14
Tabrani.
ZA. (2015). Persuit Epistemologi of Islamic Studies (Buku 2 Arah Baru Metodologi Studi
Islam). Yogyakarta: Penerbit Ombak
Tabrani.
ZA. (2015). Arah Baru Metodologi Studi Islam. Yogyakarta: Penerbit
Ombak
Musradinur
& Tabrani. ZA. (2015). Paradigma Pendidikan Islam
Pluralis Sebagai Solusi Integrasi Bangsa (Suatu Analisis Wacana Pendidikan
Pluralisme Indonesia). Proceedings 1st Annual International Seminar on
Education 2015.
Banda Aceh: FTK Ar-Raniry Press, 77-86
Tabrani, Z. A., & Masbur, M. (2016).
Islamic Perspectives on the Existence of Soul And ITS
Influence in Human Learning (A Philosophical Analysis of the Classical and
Modern Learning Theories). Jurnal Edukasi: Jurnal Bimbingan Konseling, 1(2), 99-112.
Tabrani.
ZA. (2016). Perubahan Ideologi Keislaman Turki (Analisis Geo-Kultur Islam dan
Politik Pada Kerajaan Turki Usmani). Jurnal Edukasi: Jurnal Bimbingan
Konseling, 2(2), 130-146.