Profesi Pendidik dalam Perspektif Islam

Pendidikan bertujuan untuk meningkatkan mutu manusia melalui pengembangan fitrah (potensi diri). Manusia yang terdidik akan memiliki kekuatan spiritual agama, kecerdasan, kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dalam hidupnya. Oleh sebab itulah, pendidikan dianggap lebih identik dengan pekerjaan mengajar dan mendidik.
Seorang pendidik profesional sangat dibutuhkan dalam merencanakan, melaksanakan, mengevaluasi dan melakukan tindak lanjut. Tanggung jawab seorang pendidik tercermin dari sikap mengetahui dan memahami nilai, norma, dan sosial, serta berusaha berbuat sesuai dengan nilai dan norma tersebut. Pendidik harus berwibawa, memiliki kelebihan dalam merealisasikan nilai spiritual, emosional, moral dan sosial.
Pendidik harus cerdas, memiliki kemampuan dalam ilmu pengetahuan dan teknologi sesuai dengan bidang keahliannya. Ketika mengambil suatu keputusan pendidik harus mandiri (indefendent), terutama yang berkaitan dengan pembelajaran dan pembentukan kompetensi. Pendidik juga harus visioner, bertindak sesuai dengan kondisi peserta didik dan lingkungan, bukan menanti perintah dari atasan semata. Pendidik juga harus disiplin, dalam arti mereka harus mematuhi berbagai peraturan dan tata tertib secara konsisten.
Menurut konsep al-Qur’an, pendidik merupakan sosok berkompetensi dalam membentuk manusia sebagai hamba Allah yang mampu mengaktualisasi diri sesuai dengan syariat Islam untuk kemaslahatan hidup dunia dan akhiratnya. Pendidik memiliki peran yang sangat besar dalam menyebarkan kebaikan melalui kegiatan pendidikan, pembelajaran dan pelatihan.  Pengembangan profesi pendidik seharusnya tidak hanya terpaku pada hal-hal administrasi yang diatur juknis. Pendidik yang sukses dengan meniru karakter yang disebutkan dalam al Quran (‘ulamaar-rasikhuna fi al-ilm, ahl dzikr, murabbi, muzakky, ulul albab, mawa’idz, dan mudarris, mu’allim  dan mursyid).
Pendidik sebagai ulama dapat dipahami dalam  Q.S Al Fathir (35:28). ‘Ulama adalah orang yang memiliki ilmu, dengan ilmunya ia ”takut” kepada Allah, memiliki akhlak mulia, menjadi teladan bagi masyarakat. Seorang ‘ulama istiqamah terhadap ilmunya, serta berusaha mengembangkan ilmunya secara terus-menerus, melakukan peran sebagai pelindung dan pembimbing masyarakat. 
Ilmu yang dimiliki ulama bisa berupa ilmu agama (tafaqqahu fi al-din) atau ilmu alam (sains). Semua ilmu pada hakekatnya berasal dari Allah dan  tugas utama seorang ulama adalah mengajarkan ilmu yang menjadikan setiap orang yang belajar takut dan dekat kepada Allah. Pendidik sebagai ulama menguasai ilmu secara mendalam, memiliki sifat ikhlas dan pengabdian, sehingga dalam mengajarkan ilmunya didasari atas panggilan agama.
Pendidik sebagai ar-rasikhuna fi al-ilm  dapat dipahami berdasarkan Q.S Ali Imran (3:7) Orang yang  mendalam ilmunya, tidak hanya dapat memahami ayat-ayat yang jelas dan terang maksudnya (muhkamat), juga memahami ayat-ayat yang mengandung beberapa pengertian (interpretable). Ar-rasikhuna fi al-ilm  merupakan hamba yang memperoleh hidayah dari Allah, iman mereka kokoh, taat menjalankan ibadah, memiliki kepedulian sosial, serta berakhlakul karimah.  Pendidik sewajarnya harus memiliki karakter sebagai ar-rasikhuna fi al-’ilm,  karena hampir sama dengan karakter ulama. Bedanya, ulama tidak saja di bidang ilmu pengetahuan, tetapi juga dalam kehidupan sosial. Sementara ar-rasikhuna fi al-’alm lebih terkonsentrasi pada ilmu pengetahuan.
Pendidik sebagai ahl dzikr terdapat dalam surat An-Nahl (16:43). Ahl dzikr adalah orang yang memiliki pengetahuan, menguasai masalah, atau ahli di bidangnya. Sebagai ahl dzikr, setiap pendidik hendaklah menjadi orang yang selalu memberi peringatan kepada orang lain agar meninggalkan perbuatan yang melanggar larangan Allah dan Rasul-Nya. Pendidik sebagai ahl dzikr harus mendalami ajaran-ajaran yang berasal dari Allah yang terkait dengan bidang keilmuannya.
Pendidik sebagai  Al murabbi  terdapat dalam Q.S. al-Fatihah (1:2). Kata Al murabbi seakar dengan kata rabb atau tarbiyah, artinya pemelihara, pendidik, atau menumbuh kembangkan. Allah adalah murabbi bagi makhluk-Nya, dimana pendidikan Allah terhadap manusia terbagi dua, yaitu pendidikan kejadian fisiknya serta pendidikan keagamaan dan akhlak. Al-Muraghi menyebutkan bahwa al-Murabbi adalah orang yang memelihara, mengajar dan membimbing tingkah laku. Pendidik sebagai al-Murabbi adalah seseorang yang berusaha menumbuhkan, membina, membimbing, mengarahkan segenap potensi peserta didik secara bertahap dan berkelanjutan. Al-Murabbi memiliki tugas yang berat dalam membina aspek jasmani dan rohani manusia. Al murabbi harus memiliki kesanggupan dan kecakapan jasmani dan rohani, sehingga tugasnya yang berat tersebut dapat diaksanakan dengan sebaik-baiknya.
Pendidik sebagai Muzakki, terdapat dalam surat al Baqarah (2:151). Muzakki berarti sebagai orang yang menyucikan. Dalam konteks pendidikan, al-muzakki, adalah orang yang mampu membantu manusia agar terhindar dari perbuatan yang keji dan munkar serta menjadi manusia yang berakhlak mulia. Seorang muzakki  memiliki kemauan yang teguh untuk terus menerus mengajarkan manusia agar berupaya untuk menyucikan diri, melakukan instropeksi secara terus menerus menjadi hamba Allah yang baik.
Pendidik sebagai ulul albab terdapat dalam surat Ali Imran (3: 90-191).  Ulul albab adalah orang yang berzikir dan berpikir. Ulul albab merupakan orang yang memiliki pemikiran (mind) luas dan dalam, perasaan (heart) halus dan peka, daya pikir (intellect) tajam dan kuat, pandangan (insight) luas dan dalam, pengertian (understanding) akurat, tepat, dan luas, serta memiliki kebijaksanaan (wisdom). Ulul albab mampu mendekati kebenaran dengan pertimbangan adil dan terbuka.  Ulul Albab adalah orang yang berakal atau orang yang dapat berfikir dengan menggunakan akalnya, sehingga mampu ber pikir banyak dan beragam, tentang ayat-ayat qauliyah (Al-Qur’an) dan ayat-ayat kauniyah (alam semesta). Kemampuan berpikir ini bahkan mampu menganalisa secara mendalam terhadap berbagai masalah yang mungkin terjadi, kemudian dapat menarik hikmah atau pelajaran yang mendalam dari berbagai peristiwa tersebut.  Karakter ulul albab mengajarkan para pendidik agar senantiasa menggunakan akalnya untuk memikirkan dan menganalisa berbagai ajaran yang berasal dari Tuhan, peristiwa yang terjadi di sekitarnya untuk diambil makna dan diajarkan kepada orang lain.
Pendidik sebagai mawa’izh atau orang yang memberi nasehat disebutkan dalam Q.S. Asy-Syu’ara (26:136). Mawa’izh adalah orang yang senantiasa mengingatkan, menasehatkan dan menjaga orang yang dididiknya dari pengaruh yang berbahaya. Nasehat itu berdasarkan kepada ajaran al-Qur’an dan Hadis untuk melunakkan hati manusia, sehingga mereka menjadi orang yang saleh, berprestasi dan terpelihara dari dosa-dosa.
Pendidik sebagai al mudarris dapat dipahami dari akar kata yang terdapat dalm Q.S  al-An’am (6:105). Al mudarris merupakan orang yang senantiasa melakukan kegiatan ilmiah seperti membaca, memahami, mempelajari dan mendalami berbagai ajaran yang terdapat di dalam al-Qur’an dan al-Sunnah. Setelah itu berupaya mengajarkan dan membimbing orang lain agar memiliki tradisi ilmiah yang kuat.
Pendidik sebagai mu’allim, berarti orang yang berilmu, istilah ini tersirat dalam surat al-Baqarah (2:151). Makna ilmu dalam perspektif Al-Qur’an lebih luas dan mendalam dari istilah knowledge, sains, atau logos. Kata ilmu memiliki kaitan dengan alam, amal, dan al-‘alim. Ilmu berkembang dengan mengkaji alam. Ilmu itu harus diamalkan, dan ilmu tersebut mesti mendekatkan diri kepada al-’Alim, yaitu Allah Yang Maha Memiliki Ilmu. Mu’allimmesti mengajarkan ilmu yang terkait dengan kognisi, psikomotor, dan afeksi. Mu’allim bertanggung jawab untuk mengajarkan ilmu untuk diamalkan dan mendekatkan diri kepada Allah.
Pendidik sebagai mursyd bermakna orang yang cerdas. Mursy berasal dari kata rasyada, artinya cerdas. Istilah ini terkandung dalam surat an-Nisa’ (4:6). Cerdas dimaksud tidak saja pada intelektualitasnya, tetapi berhubungan erat dengan spiritualnya. Dalam sebuah kisah disebutkan, pada suatu ketika, Imam Syafi’i berkata: ”saya mengadu kepada Waqi’ tentang buruknya hafalanku, maka dia mengajarkanku (fa arsyadani) agar meninggalkan maksiat. Dan ia mengabarkan kepadaku bahwa ilmu adalah cahaya (nur), dan cahaya Allah tidak diberikan kepada pelaku maksiat”. Nasehat Waqi’ tersebut mengajarkan agar Syafi’i cerdas (irsyad) dengan meninggalkan kemaksiatan. Karakter pendidik sebagai mursyid, berarti pendidik harus  menjadi orang yang cerdas baik dalam penguasaan materi, penerapan teknik dan metode, serta menjadi model, teladan atau tokoh yang jauh dari perbuatan-perbuatan maksiat.
Kesepuluh istilah di atas menunjukkan bahwa seorang pendidik tidak sekedar penyampai materi, tetapi yang terpenting adalah melakukan internalisasi nilai  yang berbasis Al-Qur’an. Pendidik dituntut untuk membaca, mengkaji, mengamalkan dan mengajarkan ayat-ayat Al-Qur’an sesuai dengan bidang keilmuan yang dimilikinya. Dengan begitu tidak boleh berhenti belajar, meskipun telah mengajar. Pendidik harus tetap belajar membina dan mendidik dirinya sendiri sehingga berhasil mendidik orang lain.

Bahan Bacaan

Abbas, S., Tabrani ZA, & Murziqin, R. (2016). Responses of the Criminal Justice System. In International Statistics on Crime and Justice (pp. 87–109). Helsinki: HEUNI Publication.
Abdullah, A., & Tabrani ZA. (2018). Orientation of Education in Shaping the Intellectual Intelligence of Children. Advanced Science Letters, 24(11), 8200–8204. https://doi.org/10.1166/asl.2018.12523
AR, M., Usman, N., Tabrani ZA, & Syahril. (2018). Inclusive Education Management in State Primary Schools in Banda Aceh. Advanced Science Letters, 24(11), 8313–8317. https://doi.org/10.1166/asl.2018.12549
Idris, S., & Tabrani ZA. (2017). Realitas Konsep Pendidikan Humanisme dalam Konteks Pendidikan Islam. JURNAL EDUKASI: Jurnal Bimbingan Konseling, 3(1), 96–113. https://doi.org/10.22373/je.v3i1.1420
Idris, S., Tabrani ZA, & Sulaiman, F. (2018). Critical Education Paradigm in the Perspective of Islamic Education. Advanced Science Letters, 24(11), 8226–8230. https://doi.org/10.1166/asl.2018.12529
Murziqin, R., & Tabrani ZA. (2016). The Importance of Local Parties and Incumbency to the Electoral in Aceh. Journal of Islamic Law and Culture, 10(2), 123–144.
Murziqin, R., Tabrani ZA, & Zulfadli. (2012). Performative Strength in the Hierarchy of Power and Justice. Journal of Islamic Law and Culture, 10(2), 123–144.
Musradinur, & Tabrani ZA. (2015). Paradigma Pendidikan Islam Pluralis Sebagai Solusi Integrasi Bangsa (Suatu Analisis Wacana Pendidikan Pluralisme Indonesia). 1st Annual International Seminar on Education 2015, 77–86. Banda Aceh: FTK Ar-Raniry Press.
Patimah, S., & Tabrani ZA. (2018). Counting Methodology on Educational Return Investment. Advanced Science Letters, 24(10), 7087–7089. https://doi.org/10.1166/asl.2018.12414
Tabrani ZA. (2009). Ilmu Pendidikan Islam (antara Tradisional dan Modern). Kuala Lumpur: Al-Jenderami Press.
Tabrani ZA. (2013a). Kebijakan Pemerintah dalam Pengelolaan Satuan Pendidikan Keagamaan Islam (Tantangan Terhadap Implementasi Manajemen Berbasis Sekolah). Jurnal Ilmiah Serambi Tarbawi, 1(2), 65–84.
Tabrani ZA. (2013b). Pengantar Metodologi Studi Islam. Banda Aceh: SCAD Independent.
Tabrani ZA. (2013c). Urgensi Pendidikan Islam dalam Pemberdayaan Masyarakat. Jurnal Sintesa, 13(1), 91–106.
Tabrani ZA. (2014a). Buku Ajar Filsafat Umum. Yogyakarta: Darussalam Publishing.
Tabrani ZA. (2014b). Dasar-Dasar Metodologi Penelitian Kualitatif. Yogyakarta: Darussalam Publishing.
Tabrani ZA. (2014c). Islamic Studies dalam Pendekatan Multidisipliner (Suatu Kajian Gradual Menuju Paradigma Global). Jurnal Ilmiah Peuradeun, 2(2), 211–234.
Tabrani ZA. (2014d). Isu-Isu Kritis dalam Pendidikan Islam Perspektif Pedagogik Kritis. Jurnal Ilmiah Islam Futura, 13(2), 250–270. https://doi.org/10.22373/jiif.v13i2.75
Tabrani ZA. (2014e). Menelusuri Metode Pendidikan dalam Al-Qur`an dengan Pendekatan Tafsir Maudhu`i. Jurnal Ilmiah Serambi Tarbawi, 2(1), 19–34.
Tabrani ZA. (2015a). Arah Baru Metodologi Studi Islam. Yogyakarta: Penerbit Ombak.
Tabrani ZA. (2015b). Keterkaitan Antara Ilmu Pengetahuan dan Filsafat (Studi Analisis atas QS. Al-An`am Ayat 125). Jurnal Sintesa, 14(2), 1–14.
Tabrani ZA. (2015c). Persuit Epistemology of Islamic Studies. Yogyakarta: Penerbit Ombak.
Tabrani ZA. (2016a). Perubahan Ideologi Keislaman Turki (Analisis Geo-Kultur Islam dan Politik Pada Kerajaan Turki Usmani). JURNAL EDUKASI: Jurnal Bimbingan Konseling, 2(2), 130–146. https://doi.org/10.22373/je.v2i2.812
Tabrani ZA. (2016b). Transformasi Teologis Politik Demokrasi Indonesia (Telaah singkat Tentang Masyarakat Madani dalam Wacana Pluralisme Agama di Indonesia). Al-Ijtima`i-International Journal of Government and Social Science, 2(1), 41–60.
Tabrani ZA. (2017b). Restrukturrisasi untuk Pendidikan Bermutu. Research in Education, 12(1), 131–136.
Tabrani ZA. (2017c). دور التربية الإسلامية في الإنماء الخلقي للشعب (دراسة على الإسلام ودوره في الإنماء القومي بإندونيسيا). Ar-Raniry, International Journal of Islamic Studies, 4(1), 101–116. https://doi.org/10.20859/jar.v4i1.128
Tabrani ZA. (2019). Social Change and Human Nature. In The New System’s Need for Primitive Capital Accumulation (pp. 271–277). United Kingdom: Taylor & Francis.
Tabrani ZA, & Hayati. (2013). Buku Daras Ulumul Quran (1). Yogyakarta: Darussalam Publishing.
Tabrani ZA, & Masbur. (2016). Islamic Perspectives on the Existence of Soul and Its Influence in Human Learning (A Philosophical Analysis of the Classical and Modern Learning Theories). JURNAL EDUKASI: Jurnal Bimbingan Konseling, 1(2), 99–112. Retrieved from http://jurnal.ar-raniry.ac.id/index.php/cobaBK/article/view/600
Tabrani ZA, & Walidin, W. (2017). Hak-Hak Non Muslim dalam Pemerintahan: Konsep Dien wa Ni’mah dan Pluralisme Agama di Indonesia. Ijtima`i: International Journal of Government and Social Science, 3(1), 15–30.
Tabrani ZA. (2019b). Konfigurasi Pendidikan Karakter dalam Konteks Totalitas Proses Psikologis dan Sosial-Kultural. Ethics and Education, 12(1), 13–20.
Usman, N., AR, M., Murziqin, R., & Tabrani ZA. (2018). The Principal’s Managerial Competence in Improving School Performance in Pidie Jaya Regency. Advanced Science Letters, 24(11), 8297–8300. https://doi.org/10.1166/asl.2018.12545
Usman, N., AR, M., Syahril, Irani, U., & Tabrani ZA. (2019). The implementation of learning management at the institution of modern dayah in aceh besar district. Journal of Physics: Conference Series, 1175(1), 012157. https://doi.org/10.1088/1742-6596/1175/1/012157
Walidin, W., Idris, S., & Tabrani ZA. (2015). Metodologi Penelitian Kualitatif & Grounded Theory. Banda Aceh: FTK Ar-Raniry Press.
Warisno, A., & Tabrani ZA. (2018). The Local Wisdom and Purpose of Tahlilan Tradition. Advanced Science Letters, 24(10), 7082–7086. https://doi.org/10.1166/asl.2018.12413