Membaca Nalar Logika Aristoteles

ARISTOTELES sangat berpengaruh amat besar dalam berbagai aspek ilmu pengetahuan, seperti logika, fisika, metafisika, etika, ketatanegraandan lain-lainnya. Pengaruh yang lebih besar adalah logika. Kalau pengaruh Aristoteles setelah zaman Renaisans mulai berkurang,maka dalam logika tetap kuat. Bahkan, sampai sekarang, dalam studi-studi filsafat, logika Aristoteles masih selalu dijadikan bahan rujukan dan pegangan utama.
Aristoteles terkenal sebagai “Bapak Logika”. Akan tetapi itu bukan berarti bahwa sebelumnya tidak ada logika, sebab setiap uraian ilmu selalu berdasarkan logika. Logika tidak lain dari berfikir secara teratur menurut urutan yang tepat atau berhubungan dengan sebab-akibat. Para filosof sebbelum Aristoteles telah memepergunakan logika sebaik-baiknya. Akan tetapi Aristoteles yang peertama sekali melahirkan cara berfikir yang teratur  itu dalam satu sitem. Artinya, untuk pertama kalinya dalam sejarah, Aristoteles memberikan suatu uraian sistematis mengenai logika. Tidak dapat disangkal bahwa logika Aristoteles memainkan peran yang sangat penting dalam sejarah intelektual umat manusia, termasuk umat islam. Sampai saat ini buku rujukan dan pegangan logika tradisional (yang harus dibedakan dengan logika modern) sebagian besar diisi oleh logika Aristoteles.
Aristoteles membagi ilmu-imu pengetahuan atas tiga golongan, yaitu pertama, ilmu pengetahuan praktis, yang meliputi etika dan politika. Kedua, ilmu pengetahuan produktif, yang menyangkut pengetahuan yang sanggup menghasilkan suatu karya (teknik dan kesenian). Ketiga, ilmu pengetahuan teoritis, yangmencakup fisika, matematika dan “filsafat pertama” (metafisika). Jadi dalam pembagian ini tidak ada tempat untuk logika. Sebab, menurut Aristoteles, logika tidak termasuk ilmu pengetahuan sendiri, tetapi mendahului ilmu pengetahuan sebagai persiapan berfikir dengan cara ilmiah, karena itu logika Aristoteles disebut juga Organ (alat). Logika tidak merupakan suatu cabang ilmu pengetahuan, merupakan suatu alat agar kita dapat mempraktikan ilmu pengetahuan.
Menurut Aristoteles, suatu keharusan bagi kita memiliki suatu alat sebelum membangun sebuah angunan. Bangunan yang dimaksud adalah membina pembahasan filosofis, sedanngkan alat adalah logika. Agar analisis filsafat menjadi lebh tajam, kita harus memiliki logika yang andal. Jadi kekuatan dan kekuasaan filsafat sangat bergantung kepada kemampuan logika. Bahkan, logika merupakan tulang punggung filsafat dan subtansi metafisika, serta merupakan bingkai filsafat. Pada gilirannya, filsafat itu tidak lebih dari penyusun proposisi-proposisi logika yang berbentuk suatu silogisme logis.
Silogisme merupakan pokok yang paling utama dan penting dalam logika Aristoteles.  Namun, tanpa memiliki suatu  pengetahuan tentang proposisi dan konsep kita tidak akan sampai pada silogisme. Karena itu, dalam logika Aristoteles tidak ada silogisme tanpa proposisi, sebagaimana tidak ada proposisi tanpa konsep. Dengan demikian, unsur-unsur logika Aristoteles terdiri atas tiga bagian. Pertama, konsep atau pengertian (Arab:tashawwur). Kedua, proposisi atau pernyataan (Arab: qadhiyah). Dan ketiga, silogisme atau penalaran (Arab: qiyas‘aqly).

Konsep/Defenisi
Konsep merupakan unsur dari proposisi atau keputusan. Karena itu, sebelum kita sampai pembahasan proposisi, unsur-unsur akan diuraikan lebih dahulu. Konsep berasal dari bahasa latin, concipere, yang artinya mencakup, mengandung, mengambil, menyedot, menangkap. Dari kata concipere muncul kata benda conceptus yang berarti tangkapan. Kata konsep diambil dari conceptus tersebut. Jadi konsep sebenarnya berarti “tangkapan” akal manusia apabila menangkap sesuatu, terwujud dengan membuat konsep. Buah atau hasil dari tangkapan itu disebut “konsep.”
Dalam bahasa indonesia istilah konsep diterjemahkan dengan istilah  pengertian. Istilah pengertian mempunyai arti yang lebih luas ketimbang konsep atau tangkapan. Karena it, disini akan digunakan istilah konsep saja yang berpadanan dengan al-tashawwur dalam bahasa Arab.

Konsep adalah suatu yang abstrak, yang dihasilkan suatu pemikiran secara bersahaja, tanpa memberikan pernyataan yang positif atau negatif. Sebagaimana diketahui kegiatan akal pikiran pertama sekali adalah menangkap sesuatu sebagaimana adanya. Hal ini terjadi dengan mengerti tentang sesuatu tersebut. Mengeerti berarti menangkapmakna sesuatu. Makna sesuatu dapat dibentuk oleh akal pikiran. Yang dibentuk itu adalah suatu gambaran yang ideal, atau suatu ‘konsep’ tentang sesuatu. Karena itu, konsep adalah suatu gambaran akal pikiran yang abstrak, yang batiniah, tentang makna sesuatu.
Kalau kita hendak menunjukkannya, konsep itu harus diganti dengan lambing. Lambang yang paling lazim ialah bahasa.Dalam logika yang dimaksud dengan “bahasa” adalah suatu system bunyi-bunyi yang diartikulasikan dan dihasilkan dengan dengan alat-alat bicara atau system kata-kata yang tertulissebagai lambing dari kata-kata yang diucapkan. Jadi, di dalam bahasa, konsep itu lambangnya berupa kata. Kata sebagai fungsi dari dari konsep disebut term. Artinya, kata-kata itu hanya penting sebagai subjek atau prediket dalam suatu kalimat. Kalimat dalam logika disebut proposisi. Jadi, proposisi adalah sebuah kalimat yang tersusun dari term-term.

Proposisi
Menurut Aristoteles, proposisi adalah semacam dari kalimat. Akan tetapi tidak semua kalimat termasuk proposisi. Proposisi adalah kalimat berita yang menyatakan pembenaran atau penyangkalan. Karena itu proposi mengandung sifat benar atau salah. Adapun kalimat-kalimat seperti kalimat perintah, larangan, pertanyaan seru, harapan, keinginan, doa, sumpah, pujian, selaan dan keheranan tidak termasuk kalimat proposi.
Proposi merupakan pernyataan tentang hubungan yang terdapat diantara dua term, yaitu term yang diterangkan, yang disebut subjek, dan term yang meneranngkan, yang disebut predikat. Jadi, antara subjek dan predikat selalu ada hubungan pembenaran dan penyangkalan. Proposisi, “Ahmad adalah anak yatim”, jika memang benar begitu, pernyataan proposisi itu benar, sebaliknya adalah salah.

Satu proposisi mengandung tiga unsure, yaitu subjek; hal yang diterangkan, predikat;hal yang menerangkan, dan hal yang mengungkap hubungan antar subjek dan predikatyang dinamai copula; yang dalam bahasa inggris disebut: to be (Arab: rabithah). Pada proposisi “manusia adalah mortal”, term “semua manusia” adalah bagian yang menjadi subjek,  term “mortal” adalah bagian yang menjadi predikat, dan “adalah” merupakan tanda yang menyatakan hubungan antara subjek dan predikat, disebut copula
Menurut logika tradisional, proposisi pasti terdiri dari tiga unsur, yaitu subjek, predikat dan copula. Copula mesti ada dan fungsinya menyatakan hubungan yang terdapat antara subjek dan predikat.
Hubungan yang dinyatakan oleh copula mungkin berupa pembenaran (afirmasi), artinya copula menyatakan bahwa antara subjek dan predikat memang sesungguhnya terdapat suatu hubungan dan mungkin pula copula menyatakan penyangkalan, artinya copula menyatakan bahwa antara subjek dan predikat tidak terdapat suatu hubungan apapun.


Macam-macam Proposi
Dalam proposi, predikat dihubungkan dengan subjek. Kalau hubungan itu tanpa bergantung kepada suatu syarat, proposinya dinamakan proposi kategoris (al-qadhiyah al-hamliyah), misalnya, “semua manusia adalah mortal”. Kalau hubungan antara subjek dan predikat itu berdasarka pada suatu syarat tertentu, proposinya disebut proposi kondisional (al-qadhiyah al-syartiyah), misalnya, bila besi dipanaskan ia akan memuai”.

Silogisme

Menurut Bertrand Russell, Aristoteles telah memberikan pengaruh yang amat  besar dalam beragai ilmu pengetahuan. Dan pengaruhnya yang terbesar adalah dalam bidang logika, lebih khusus lagi adalah dalam bidang silogisme (qiyas ‘aqly). Dua pembahasan terdahulu-term dan proposisi-tidak lebih kecuali hanya sebagai pendahuluan  bagi silogisme. Sebab term dan proposisi merupakan materi bagi silogisme.  Maka dalam penilaian benar atau salahnya suatu silogisme sangat tergantung kepada penyusunan materi-materi tersebut. Akan tetapi silogisme merupakan bagian dalam pembahasan penyimpulan (inferensi), maka pembahasan ini perlu dimulai dari penyimpulan atau inferensi tersebut.

Pengertian Inferensi (al-Istidlal)
Inferensi atau penyimpulan adalah proses mendapatkan suatu proposi yang ditarik dari suatu proposi atau lebih. Sedangkan yang diperoleh mestilah dibenarkan oleh proposisi atau proposi-proposi tempat menariknya. Proposi yang diperoleh ini disebut konklusi (natijah), sedangkan proposisi atau proposisi-proposisi tempat pengambilan konklusi disebut premis atau premis-premis.
Ini berarti bahwa pemikiran kita berproses atau bergerak dari suatu hal ke hal yang lain, dari satu proposi ke proposi yang lainnya, dari apa yang sudah diketahui ke hal yang belum diketahui. Pengetahuan yang telah diketahui merupakan panngkalan dan pengetahuan yang baru diketahui merupakan sesuatu yang muncul dari pangkalan itu.
Aristoteles membagi inferensi kepada tiga macam:
1.      Inferensi sofistik (al-istidlal al-sofistha’i), yaitu inferensi yang berdasrkan premis-premis yang salah.
2.      Inferensi dialektis (al-istidlal al-jadaly), yaitu inferensi yang bersifat umum tetapi tidak mesti benar, karena ia hanya bersifat perkiraan. Premis-premisnya mengandunng kemungkinan benar atau salah.
3.      Inferensi demonstrative (al-istidlal al-burhany), yaitu inferensi yakin, karena ia yerdiri atas premis-premis yang benar.
Silogisme
Sebagaimana disebut diatas bahwa silogisme adalah penemuan Aristoteles yang terbesar dalam bidang logika, dan ia mempunyai peran sentral dalam banyak yentang logika.
Silogisme suatu bentuk penarikan konklusinya secara deduktif tak langsung, yang konklusinya ditarik dari premis yang disediakakan serentak. Oleh karena itu,silogisme adalah penarikan konklusi yang sifatnya deduktif, maka konklusinya tidak dapat mempunyai sifat yang lebih umum dari premisnya. Berbeda dari penarikan konklusi secara langsung yang konklusinya ditarik dari satu premis saja. Silogisme yang merupakan penarikan konklusi secara tak langsung konklusinya ditarik dari dua premis. Contoh:
Semua manusia adalah mortal
Sokrates adalah manusia
Sokrates adalah mortal

Kesimpulan yang diambil dari contoh diatas, bahwa Socrates adalah mortal adalah sah menurut penalaran deduktif, sebab kesimpulan itu ditarik secara logis dari dua premis yang mendukungnya. Pertanyaannya apakah kesimpulan itu benar, maka hal ini harus dikembalikan kepada kebenaran pppremis yang mendahuluinya. Sekitar dua premis yang mendukung adalah benar. Mungkin saja kesimpulan itu salah, meskipun kedua premisnya benar, sekiranya cara penarikan kesimpulannya adalah tidak benar.

Referensi
Idris, S & Tabrani, Z. A. (2017). Realitas Konsep Pendidikan Humanisme dalam Konteks Pendidikan Islam. Jurnal Edukasi: Jurnal Bimbingan Konseling3(1), 96-113.
Patimah, S., & Tabrani, Z. A. (2018). Counting Methodology on Educational Return Investment. Advanced Science Letters24(10), 7087-7089.
Tabrani, Z. A. (2015). Persuit Epistemologi of Islamic Studies (Buku 2 Arah Baru Metodologi Studi Islam). Penerbit Ombak, Yogyakarta.
Tabrani, Z. A., & Masbur, M. (2016). Islamic Perspectives on the Existence of Soul and Its Influence in Human Learning (A Philosophical Analysis of the Classical and Modern Learning Theories). JURNAL EDUKASI: Jurnal Bimbingan Konseling1(2), 99-112.
Tabrani. ZA. (2012). Future Life of Islamic Education in Indonesia. International Journal of Democracy, 18(2), 271-284
Tabrani. ZA. (2013). Pengantar Metodologi Studi Islam. Banda Aceh: SCAD Independent
Tabrani. ZA. (2014). Buku Ajar Filsafat Umum. Yogyakarta: Darussalam Publishing, kerjasama dengan Universitas Serambi Mekkah, Banda Aceh
Tabrani. ZA. (2014). Islamic Studies dalam Pendekatan Multidisipliner (Suatu Kajian Gradual Menuju Paradigma Global). Jurnal Ilmiah Peuradeun2(2), 211-234.
Tabrani. ZA. (2015). Arah Baru Metodologi Studi Islam. Yogyakarta: Penerbit Ombak
Warisno, A., & Tabrani, Z. A. (2018). The Local Wisdom and Purpose of Tahlilan Tradition. Advanced Science Letters24(10), 7082-7086.