Penulis akan mencoba mengemukakan suatu
tinjauan mengenai "Falsafah Pancasila" yang empunyai kaitan dengan
Agama IsIam. Falsafah Pancasila. Falsafah atau filsafat berasal dari kata-kata
bahasa Yunani "philosophia" yang tersusun dari dua kata
"philein" - cinta dan "shopos" kebenaran, jadi artinya
"cinta akan kebenaran". Karena cinta kebenaran maka seandainya ada seseorang yang
sedang berfilsafat berarti ia sedang mencari
kebenaran. Adapun jalan untuk menempuh kebenaran itu, menurut fiisafat ialah
dengan berpikir secara logika (tata tertib), bebas (tidak terikat pada tradisi,
dogma Agama) dan dengan sedalam-dalamnya sampai dasar persoalan sehingga tidak
ada/tidak perlu pertanyaan lagi. Melalui jalan demikian maka orang tersebut
pada suatu ketika akan sampai, bahkan akan berternu dengan essensi kebenaran
itu (kebenaran yang hakiki).
Kita beralih pada
pengertian Pancasila. Kata "pancasila" berasal dari bahasa
Sansekerta, terdiri dari kata majemuk "panca" - Lima dan
"syila" - sikap, karakter, budi pekerti, budi luhur. Dengan demikian,
maka "pancasila" berarti lima sila, lima sikap, lima pendirian bangsa
Indonesia yang luhur. Kelima sila itu (Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan
yang adik dan beradab, Persatuan Indonesia, Kerakyatan yang dipimpin oleh
hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan. dan Keadilan sosial bagi
seluruh rakyat Indonesia) adalah merupakan kesatuan yang bulat dan utuh yang
pengertiannya tak dapat dipisah-pisahkan. Hal ini sebagaimana dikemukakan oleh
Dr. Moh. Hatta, Ketua perumus Pancasila, bekas Wakil Presiden yang pertama,
dalam bukunya "PancasiIa Jalan Lurus", bahwa "Angkatan sekarang
dan kemudian hendaklah memaklumi benar-benar isi dan ujud PancasiIa, Iima dasar
yang satu sama Iain dukung-mendukung.". Meniyinggung "pengamalan
Pancasila". Dr. Moh. Hatta dalam bukunya itu tenyatakan sbb. :
"Pancasila itu hendaklah diamalkan benar-benar dengan perbuatan, janganlah
dipergunakan sebagai "lip service’ saja". Rupanya pendapat ini masih
relevan dengan dambaan pemerintah dewasa ini sebagaimana yang telah dijadikan
keputusan pada Sidang MPR No. II/ MPR/ 1978, yakni "Demi tujuan nasional
serta cita-cita bangsa dalam menuju masyarakat adii makmur, seperti tercantum
dalam UUD 1945, maka kita selaku bangsa Indonesia perlu menghayati dan
mengamalkan Pancasila secara nyata untuk menjaga kelestarian dan
keampuhannya".
Setelah kita
ketahui secara sepintas "apa filsafat dan apa PancasiIa", maka
jelaslah bahwa arti "falsafah Pancasila" menurut ungkapannya, ialah
falsafah tentang Pancasila atau Pancasila yang ditemukan atas dasar filsafat. Sedangkan pengertian menurut
istilah dapat diberi batasan sederhana sbb. : Pancasila yang dikaji atas dasar
filsafat adalah merupakan ideologi dan cita-cita bangsa Indonesia dalam menuju
ke negara (tujuan nasional dan cita-cita bangsa) yang adil makmur serta
diridlai oleh Tuhan Yang Maha Esa, sedangkan Undang-Undang Dasar 1945 menjadi
landasan konstitusional dan GBHN landasan oprasionalnya.
Agama Islam.
Pengertian "agama" menurut istilah para Ahli dalam memberikan
batasannya berbeda-beda. Pada prinsipnya perbedaan-perbedaan tersebut dapat
diklasifikasikan menjadi dua bagian. Pertama "Agama Wahyu" dan kedua
"Agama bukan Wahyu". Dari itu penulis sependapat dengan yang dimaksud
Agama oleh para Ahli kelompok pertama, yakni Agama Wahyu (Agama yang diturunkan
dengan jalan Wahyu, mempunyai dasar Kitab dari Tuhan). Hal ini perpegang dengan
Wahyu Tuhan, AI-Qur’an surat Asy-Syuura ayat 13, yang maksudnya, bahwa Agama
hanya diturunkan dengan perantraan WahyuNya. Karena itu penulis tidak
sependapat dengan pengertian atau yang dimaksud agama oleh para Ahli kelompok
keduaa di atas, dan atau oleh para Ahli Anthropologi, Sosiologi, Ethnografi,
philosofi, di mana agama tidak perlu adanya kemutlakan Wahyu, tapi cukup dengan
percaya dan sikap berhubungan dengan yang Maha Ghaib.
Perlu penulis
tambahkan perihal Hadits Nabi Muhammad Saw. yang berbunyi: AD-DIINU
HUWAL-AQLU WA LAAA DIINA LIMAN LAA "AQLA LAHU, ("Agama itu
adalah akal dan tidak ada Agama (tidak sah beragama) bagi orang yang tidak
berakal").
Agama berdasarkan
Hadits tersebut, hanyalah bagi orang-orang yang berakal saja. Artinya,
bagaimana kita akan dapat mengetahui ada Wahyu Tuhan yang berupa Kitab-Kitab
(Taurat, Injil, Al-Qur’an dll.) kalau tidak ada akal pikiran ? Justeru karena
itulah kita dapat menerima Agama, bisa mengetahui isi Kitab-KitabNya itu tidak
lain disebabkan kita mempunyai akal pikiran yang sehat.
Kemudian,
bagaimana atau sejauh mana jangkauan ilmu filsafat terhadap Agama ? Sudah
dikatakan di muka, bahwa orang yang menggunakan akal pikirannya dengan jalan
berfilsafat, maka pada suatu ketika ia akan sampai bahkan akan bertemu dengan
kebenaran yang hakiki.
Walhasil
"akal-pikiran" itu hanya merupakan suatu alat untuk mencari,
mencapai, dan atau hanya untuk mengetahui kebenaran yang hakiki saja (Agama),
akan tetapi tidaklah berperan sebagai produk Agama (Ad-Dien !). Kembali kepada
Agama yang dimaksud oleh Wahyu Tuhan, Al-Qur’an surat Asy-Syuura ayat 13.Bunyi
ayat tersebut berkonotasi pula bahwa Agama yang untuk mengatur umat manusia di
dunia ini macamnya hanya satu. Hal ini Nabi Muhammad saw. pernah bersabda: INNA
MA‘SYARAL ANBIYAAI DI INUNA WAAHIDUN, (Sesungguhnya kami golongan para
Nabi itu, Agama kami adalah satu). (H.R. Bukhari-Muslim).
Agama yang
manakah yang satu itu ?
Berdasarkan Wahyu
Tuhan juga, Al-Qur’an surat Ali Imran ayat 19, berbunyi: INNAD-DIINA
‘INDAL-LAAHIL ISLAAM, ("Sesungguhnya Agama (yang diridlai) di sisi Allah
hanyalah Islam (semua Agama yang datangnya dengan jalan Wahyu Tuhan").
Bunyi Wahyu Tuhan
ini berindikasi pula bahwa tanpa dasar Wahyu Tuhan (mempunyai Kitab-Nya)
tidaklah termasuk Agama. Filsafat Pancasila dan Agama Islam. Hakekat kebenaran
dari segala kebenaran hanyalah satu. Dengan jalan berfilsafat maka sampailah
kepada kebenaran itu. Sedangkan Agama adalah sudah merupakan kebenaran yang
datangnya dari Tuhan Yang Maha benar dan Maha Esa adaNya. Soalnya di sini,
sudahkah Pancasila itu sampai/mencapai kebenaran ? Tidak ayal lagi, bahwa
Pancasila yang digali atau dirumuskan atas dasar filsafat adalah benar karena
terutama di dalamnya terkandung kebenaran yang mutlak, pusat dari segala
kebenaran, yaitu pada Sila Pertama Ketuhanan Yang Maha Esa. Bukankah ada mutlak
itu harus, wajib tidak tergantung pada apa dan siapa pun juga, merupakan
"ada" yang harus ada dan tak pernah tidak ada, tidak mungkin lenyap
dan harus terus menerus ada karena adanya dengan pasti ? Bukankah "ada
mutlak" ini biasa disebut Tuhan; sedangkan Tuhan Yang Maha kuasa, tidak
berserikat adalah "Maha Esa" adaNya.
Jelaslah sudah
bahwa Pancasila adalah suatu kebenaran. Dan lagi kelima silanya itu sesuai
dengan ajaran Agama (Islam). Sehubungan dengan ini Prof. Dr. Hamka selagi
beliau masih hidup sebagai Ketua Majlis Ulama Indonesia pernah mengatakan,
"Pancasila adalah benar karena tidak bertentangan dengan Agama
Islam". "Dengan tidak bertentangan ini berarti umat Islam sudah
"Pancasilals" karena umat Islam Indonesia secara konsekuen telah
melaksanakan dan mengamalkan semua yang dimaksud dalam Pancasila. Karena itu
akan lebih sempurnalah di samping dilaksanakan, Pancasila itu diucapkan oleh
umat Islam. "Demikian isi pidato H. Alamsyah Ratu Prawiranegara sewaktu
masih menjabat Menteri Agama, yang dibacakan oleh Drs. Ahmad Khotib pada
upacara Penutupan Tarjih Muhammadiyah se Indonesia tanggal 15 Mei 1978 di
Klaten Jawa Tengah.
Selain itu,
penulis tuliskan lagi pendapat yang lain dari H. Alamsyah Ratu Prawlranegara
sbb.: "Semua pihak harus yakin seyakin-yakinnya bahwa Pemerintah tak akan
mengagamakan Pancasila dan tidak akan mempancasilakan Agama." Senada
dengan pendapat ini Presiden Suharto pernah menegaskan, "Pemerintah tidak
bermaksud dan sama sekali tidak akan menjadikan Pancasila sebagai Agama, karena
memang Pancasila bukanlah Agama ....".
Barangkali perlu
kita ketahui lagi pendapat H. Alamsyah Ratu Prawiranegara yang berikut ini :
"Pancasila yang kini menjadi landasan ideologi negara, sebenarnya tercetus
akibat adanya pengorbanan umat Islam. Sebab,
ketika pihak luar Islam menolak tercantumnya kalimat menjalankan syareat Islam
bagi para pemeluknya" dalam Pancasila yang dimuat 'Piagam Jakarta'. maka
umat Islam bersedia menggantinya dengan Ketuhanan Yang Maha Esa sampai sekarang
ini. Ketika itu kemerdekaan baru diproklamirkan dan umat Islam diwakili oleh Ki
Bagus Hadikusumo, Wahid Hasyim, Kasman Singodimejo, dan Tengku Muhammad
Hasan." Beda halnya dengan persepsi Menteri Agama H. Munawir Sadzali. MA.
Dalam hal ini beliau nampaknya banyak menyoroti ke dalam tubuh umat Islam
sendiri supaya jangan picik, tidak mempelajari Islam setengah-setengah, tapi
harus mempelajarinya secara utuh. Sebab, dengan mempelajari Islam
setengah-setengah atau hanya sebagian-sebagian saja, maka akan membuahkan
penganut-penganut ekstrim dan akhirnya mereka akan mudah terombang-ambing atau
diadudombakan.
Referensi
Tambahan
Idris, S & Tabrani, Z. A. (2017). Realitas Konsep Pendidikan Humanisme
dalam Konteks Pendidikan Islam. Jurnal Edukasi: Jurnal Bimbingan
Konseling, 3(1), 96-113.
Musradinur & Tabrani.
ZA. (2015). Paradigma Pendidikan Islam Pluralis Sebagai Solusi
Integrasi Bangsa (Suatu Analisis Wacana Pendidikan Pluralisme Indonesia).
Proceedings 1st
Annual International Seminar on Education 2015. Banda Aceh: FTK Ar-Raniry Press, 77-86
Tabrani.
ZA & Hayati. (2013). Buku Ajar Ulumul
Qur`an (1). Yogyakarta:
Darussalam Publishing, kerjasama dengan Universitas Serambi Mekkah, Banda Aceh
Tabrani. ZA & Masbur, M. (2016). Islamic Perspectives on
the Existence of Soul and Its Influence in Human Learning (A Philosophical
Analysis of the Classical and Modern Learning Theories). Jurnal Edukasi: Jurnal Bimbingan Konseling, 1(2), 99-112.
Tabrani.
ZA. (2008). Mahabbah dan Syariat. Selangor: Al-Jenderami Press
Tabrani.
ZA. (2009). Ilmu Pendidikan Islam (Antara Tradisional dan Modern).
Selangor: Al-Jenderami Press
Tabrani.
ZA. (2011).
Dynamics of Political System of Education Indonesia. International Journal
of Democracy, 17(2), 99-113
Tabrani.
ZA. (2011). Nalar Agama dan Negara dalam Perspektif Pendidikan Islam. (Suatu
Telaah Sosio-Politik Pendidikan Indonesia). Millah Jurnal Studi Agama,
10(2), 395-410
Tabrani.
ZA. (2011). Pendidikan Sepanjang Abad (Membangun Sistem Pendidikan Islam di
Indonesia Yang Bermartabat). Makalah disampaikan pada Seminar Nasional 1
Abad KH. Wahid Hasyim. Yogyakarta: MSI UII, April 2011.
Tabrani. ZA. (2012). Future
Life of Islamic Education in Indonesia. International Journal of Democracy,
18(2), 271-284
Tabrani. ZA. (2012). Hak
Azazi Manusia dan Syariat Islam di Aceh. Makalah disampaikan pada International
Conference Islam and Human Right, MSI UII April 2012, 281-300
Tabrani.
ZA. (2013). Kebijakan Pemerintah dalam
Pengelolaan Satuan Pendidikan Keagamaan Islam (Tantangan Terhadap Implementasi
Manajemen Berbasis Sekolah), Jurnal Ilmiah Serambi Tarbawi, 1(2),
65-84
Tabrani. ZA. (2013).
Modernisasi Pendidikan Islam (Suatu Telaah Epistemologi Pendidikan), Jurnal
Ilmiah Serambi Tarbawi, 1(1), 65-84
Tabrani.
ZA. (2013). Pengantar Metodologi Studi
Islam. Banda Aceh: SCAD
Independent
Tabrani. ZA. (2013).
Urgensi Pendidikan Islam dalam Pemberdayaan Masyarakat. Jurnal Sintesa, 13(1), 91-106
Tabrani.
ZA. (2014). Buku Ajar Filsafat Umum. Yogyakarta: Darussalam Publishing, kerjasama
dengan Universitas Serambi Mekkah, Banda Aceh
Tabrani. ZA. (2014). Buku Ajar Penelitian Tindakan Kelas (PTK) (Bahan Ajar untuk
Mahasiswa Program Srata Satu (S-1) dan Program Profesi Keguruan (PPG)). Banda Aceh: FTK Ar-Raniry Press
Tabrani.
ZA. (2014). Dasar-Dasar Metodologi
Penelitian Kualitatif. Yogyakarta:
Darussalam Publishing
Tabrani. ZA. (2014). Islamic Studies dalam Pendekatan Multidisipliner
(Suatu Kajian Gradual Menuju Paradigma Global). Jurnal Ilmiah Peuradeun, 2(2),
127-144.
Tabrani.
ZA. (2014). Isu-Isu Kritis dalam Pendidikan
Islam. Jurnal Ilmiah Islam Futura,
13(2), 250-270
Tabrani.
ZA. (2014). Menelusuri Metode Pendidikan dalam Al-Qur`an dengan Pendekatan Tafsir
Maudhu`i. Jurnal Ilmiah Serambi Tarbawi, 2(1),
19-34
Tabrani.
ZA. (2015). Arah Baru Metodologi Studi
Islam. Yogyakarta: Penerbit Ombak
Tabrani.
ZA. (2015). Keterkaitan Antara Ilmu Pengetahuan dan Filsafat (Studi
Analisis atas QS. Al-An`am Ayat 125). Jurnal Sintesa, 14(2), 1-14
Tabrani.
ZA. (2015). Persuit Epistemologi of Islamic Studies (Buku 2 Arah Baru
Metodologi Studi Islam). Yogyakarta:
Penerbit Ombak
Tabrani.
ZA. (2016). Aliran Pragmatisme dan
Rasionalisasinya dalam Pengembangan Kurikulum 2013, dalam Saifullah Idris
(ed.), Pengembangan Kurikulum: Analisis Filosofis dan Implikasinya dalam
Kurikulum 2013, Banda Aceh: FTK Ar-Raniry Press 2016
Tabrani. ZA. (2016). Perubahan Ideologi Keislaman Turki (Analisis
Geo-Kultur Islam dan Politik Pada Kerajaan Turki Usmani). Jurnal
Edukasi: Jurnal Bimbingan Konseling, 2(2), 130-146.
Tabrani.
ZA. (2016). Transpormasi Teologis Politik Demokrasi Indonesia (Telaah Singkat
Tentang Masyarakat Madani dalam Wacana Pluralisme Agama di Indonesia). Al-Ijtima`i- International
Journal of Government and Social Science, 2(1), 41-60
Walidin, W., Idris, S
& Tabrani. ZA. (2016). Metodologi Penelitian Kualitatif dan Grounded
Theory. Banda Aceh: FTK Ar-Raniry Press