By: Tabrani. ZA
Sejak awal turunnya, Islam bukanlah agama yang diturunkan dalam ruang hampa. Ia diturunkan di wilayah yang sarat budaya, Arab.
Dalam perjalanan sejarah selanjutnya, Islam juga
senantiasa terlibat langsung pada pergumulan; selalu berdialog dengan dinamika kehidupan masyarakatnya. Karenanya dalam sejarah tradisi pemikiran Islam selalu diwarnai oleh
berbagai usaha pembaruan (reneval) dan
penyegaran (refreshment) secara terus menerus. Hal ini karena persoalan ruang (space) dan waktu (time)
hingga muncul keragaman kognisi, aktualisasi dan praksis sosial
adalah sebagai konsekuensi ketika Islam telah mengalami proses dialogis dengan masyarakat yang menjadi settingnya.
Logika dan pemahaman agama, menurut Amin
Abdullah, memerlukan sebuah continuous process
untuk menjawab realitas perkembangan sejarah yang berbeda-beda agar nilai-nilai agama dapat mendorong perkembangan proses dan
memperkaya konsep pembentukan peradaban manusia.
Hal ini menyebabkan perkembangan dan ekspresi keberagamaan pada
masyarakat bersifat plural dan distingtif yang berbeda satu sama lain. Dalam artian ketika Islam normatif memasuki wilayah konteks sosio historis/kesejarahan manusia, maka satu dan
lainnya beragam ekspresinya. Maka tidak mengherankan
jika wajah Islam di Timur Tengah tentu
saja akan beda
dengan wajah Islam Indonesia, dan juga karakteristik Islam abad pertengahan tentu juga beda dengan abad kemodernan.