Penghormatan Terhadap Nilai-nilai Normatif yang Sakral

By: Tabrani. ZA

Islam adalah agama wahyu-langit (revealed religio). Ia diturunkan oleh Allah Yang Transenden untuk seluruh manusia dimanapun dan kapanpun. Oleh karena itu Islam menuntut autensitas/ keajegan dan tidak boleh mengalami deviasi/ penyimpangan dan distorsi/ perubahan sebagaimana yang terjadi pada agama lain karena Islam adalah agama yang par excellent. Namun disisi lain kehidupan dan manusia selalu mengalami dinamisasi dan perubahan, maka agar agama Islam bisa berfungsi sebagai petunjuk kehidupan manusia, dia harus mampu mengakomodasi perubahan perubahan yang terjadi sehingga agama Islam tidak kehilangan fungsinya (out of context) sebagai pedoman hidup manusia.
Tantangan mendasar bagi kaum muslimin di sepanjang sejarah adalah menemukan cara menjadikan al Qur’an relevan dengan berbagai situasi dan kondisi baru yang terus berubah. Karena itulah para ulama, cendekiawan dan pemikir berusaha menemukan cara untuk menemukan berbagai aturan normative pada situasi baru serta menarik berbagai prinsip dan nilai yang substansial; atau dalam bahasa Fazlurrahman, mengambil ideal moral yang bersifat universal dan kemudian menerapkannya dalam konteks legal spesifik. Menurut Mattson (2013:316), sejumlah sarjana pada abad 20-an mengembangkan berbagai pendekatan baru terhadap Islam dengan menyerukan kontekstualisasi sehingga banyak orang Islam yang menyebut mereka keluar dari ortodoksi Islam, dikarenakan pemahaman mainstream masih menganggap bahwa pemeliharaan agama adalah identik dengan penghormatan terhadap nilai-nilai normatif yang sakral. Karenanya diperlukan metodologi yang tepat dan konsisten untuk menentukan sejauh mana suatu konteks dipandang relevan bagi sebuah pemahaman dan kapan waktu yang tepat untuk mendahulukan prinsip-prinsip umum atas aturan khusus.
Kekhawatirannya adalah resiko melakukan kontekstualisasial al-Qur’an secara berlebihan dan terlalu bersandar pada prinsip-prinsip umum dapat melahirkan sikap merelativekan kandungan al-Qur’an sehingga ajarannya yang eksplisit hanya berlaku bagi satu situasi saat wahyu diturunkan. Meskipun demikian garis pemisah antara konteks yang relevan dan kepentingan pribadi atau relativisme yang sembrono sulit dibedakan.

Referensi
Tabrani ZA. (2009). Ilmu Pendidikan Islam (antara Tradisional dan Modern). Kuala Lumpur: Al-Jenderami Press.
Tabrani ZA. (2011a). Dynamics of Political System of Education Indonesia. International Journal of Democracy, 17(2), 99–113.
Tabrani ZA. (2011b). Nalar Agama dan Negara dalam Perspektif Pendidikan Islam. (Suatu Telaah Sosio-Politik Pendidikan Indonesia). Millah Jurnal Studi Agama, 10(2), 395–410.
Tabrani ZA. (2012). Future Life of Islamic Education in Indonesia. International Journal of Democracy, 18(2), 271–284.
Tabrani ZA. (2013a). Modernisasi Pengembangan Pendidikan Islam (Suatu Telaah Epistemologi Pendidikan). Serambi Tarbawi, 1(1), 65-84.
Tabrani ZA. (2013b). Pengantar Metodologi Studi Islam. Banda Aceh: SCAD Independent.
Tabrani ZA. (2014). Islamic Studies dalam Pendekatan Multidisipliner (Suatu Kajian Gradual Menuju Paradigma Global). Jurnal Ilmiah Peuradeun, 2(2), 211–234.
Tabrani ZA. (2015a). Arah Baru Metodologi Studi Islam. Yogyakarta: Penerbit Ombak.
Tabrani ZA. (2015b). Persuit Epistemology of Islamic Studies (Buku 2 Arah Baru Metodologi Studi Islam). Yogyakarta: Penerbit Ombak.